Minggu, 08 Juni 2014

Hati-Hati Jamu Tradisional Bisa Jadi Racun


Sebagaimana obat modern, obat tradisional juga bisa menjadi obat sekaligus racun. Jika digunakan secara tepat, ia bisa menyembuhkan penyakit yang sulit ditangani oleh obat modern sekalipun. Tapi jika pemakaiannya salah, bisa saja penyakitnya malah tambah parah.

Obat tradisional, khususnya obat herbal, hingga sekarang masih sering menjadi bahan perdebatan seru yang tak kunjung habis. Para pengobat tradisional mendewa-dewakannya, tapi kalangan dokter sering berargumen, "Belum ada buktinya!"

Tidak terlalu sulit mencari contohnya. Hampir tiap tahun muncul primadona baru di jajaran obat tradisional. Sebut saja buah mahkota dewa, lalu virgin coconut oil (VCO), kemudian buah merah, dan yang paling mutakhir, sarang semut.

Para pengobat tradisional biasanya mengangkat pamor tanaman primadonanya dengan testimoni para pemakai yang berhasil sembuh. Bagi mereka, pengalaman itu adalah bukti kemujaraban tanaman tersebut. Sayangnya, kalangan dokter selalu bilang, testimoni itu belum bisa dijadikan sebagai bukti. Dalam pandangan dokter, yang dianggap sebagai bukti yaitu uji klinis, bukan pengakuan orang per orang.

Tinggallah orang awam yang kebingungan menyaksikan perselisihan kedua kubu tadi. Kecuali jika orang awam bisa memahami logika ilmu kedokteran modern. Ilmu kedokteran modern ditegakkan di atas data-data penelitian ilmiah yang baru bisa dianggap sah jika telah memenuhi kaidah-kaidah statistik.

Bukan berarti pengalaman-pengalaman para pemakai itu hanya bualan atau omong kosong belaka. Namanya saja cerita. Kita boleh percaya, boleh juga tidak. Masalahnya, kesembuhan beberapa orang belum bisa mewakili populasi karena belum memenuhi kaidah statistik. Itu sebabnya pengakuan beberapa orang belum dianggap sebagai "bukti".

Agar bisa setara dengan obat modern, obat tradisional harus harus melewati banyak tahap. Persis seperti obat modern. Ambil contoh, kumis kucing (Orthosiphon stamineus). Secara empiris, tanaman ini sudah biasa dipakai kakek-nenek kita sebagai obat tekanan darah tinggi. Pada tahap ini, derajat kumis kucing masih sebagai jamu. Secara empiris khasiatnya sudah diakui, tapi belum ada bukti ilmiah yang mendukungnya. Masyarakat dipersilakan memakai, tapi dokter belum sudi meresepkannya.

"Agar bisa diresepkan, obat tradisional harus punya bukti ilmiah dulu," kata dr. Hedi R. Dewoto, Sp.FK, farmakolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supaya punya bukti ilmiah, tanaman ini harus diuji dahulu efeknya pada binatang coba. Jika terbukti aman dan menunjukkan efek penurunan tekanan darah, dokter baru akan mengakui khasiatnya. Pada tahap ini pun dokter masih belum bersedia meresepkannya.
Kumis kucing baru akan dianggap setara dengan obat modern jika telah diuji pada manusia. Bukan hanya pada binatang coba. Tahapan inilah yang dikenal sebagai uji klinis. Setelah lulus uji klinis, obat ini baru bisa setara dengan obat-obat modern antihipertensi seperti kaptopril, hidroklorotiazida (HCT), dan sebangsanya.
Begitu lulus uji klinis, obat tradisional bisa memakai baju Fitofarmaka yang layak diresepkan dokter dan bisa masuk pelayanan formal seperti di rumah sakit atau puskesmas. Di Indonesia, baru ada beberapa gelintir Fitofarmaka, seperti Tensigard Agromed (antihipertensi), X-Gra (antidisfungsi seksual pria), Stimuno (peningkat daya tahan tubuh), Nodiar (antidiare), dan Rheumaneer (antinyeri). Obat tradisional kategori ini sudah layak diresepkan karena memang sudah punya bukti klinis yang mendukung. Bukan sekadar pengakuan Pak Wayan ataupun Bu Susi.


Bisa berefek burukSelama ini obat tradisional diyakini tidak punya efek sampingan. Atau, kalaupun ada, efek sampingannya boleh diabaikan. Menurut Hedi, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun, obat tradisional tetap bahan asing bagi tubuh.
Dalam ujian disertasinya di Institut Pertanian Bogor belum lama ini, Dr. dr. Aris Wibudi, Sp.PD, menceritakan sebuah kasus yang bisa menjadi pelajaran.

Aris pernah menangani kasus pasien yang mengalami hipoglikemia berat akibat minum obat tradisional secara salah. Sebelumnya, pasien sudah mendapat obat antidiabetes dari dokter. Lalu, tanpa sepengetahuan dokter, pasien juga minum obat tradisional yang berisi beberapa macam tanaman. Dua di antaranya sambiloto (Andrographis paniculata) dan brotowali (Tinospora crispa). Padahal kedua tanaman ini diketahui punya efek menurunkan kadar gula darah. Walhasil, bukannya sembuh, pasien justru mengalami hipoglikemia berat. Efek ini diyakini timbul karena kerja sinergi dari obat antidiabetes dari dokter, ditambah efek hipoglikemia dari sambiloto dan brotowali.

Kasus tadi hanya salah satu contoh dari banyak kasus lain yang tidak sempat terdokumentasi. Efek buruk lain misalnya timbulnya perdarahan atau hipotensi berat setelah minum obat tradisional tertentu. Ini semua membuktikan kalau jamu pun bisa menimbulkan efek buruk jika diminum tanpa hati-hati. Efek buruk ini sulit diperkirakan karena dokter pun tidak tahu mekanisme kerja obat tradisional di dalam tubuh.

Ini memang salah satu kekurangan obat tradisional. Berbeda dengan obat-obat modern yang cara kerjanya diketahui jelas. Kita bisa membandingkan antara sari kumis kucing dan kaptopril atau HCT. Baik kaptopril maupun HCT punya berjibun data penelitian yang menunjukkan mekanisme kerjanya. Kaptopril diketahui bekerja menurunkan tekanan darah dengan cara memperlebar dan memperlentur pembuluh darah. Sedangkan HCT menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi volume cairan di dalam pembuluh darah. Cara kerja kedua obat ini telah diketahui jelas. Nah, pada kumis kucing, mekanisme kerjanya masih sebatas dugaan.

Para peneliti belum bisa memastikan cara kerjanya karena kandungan obat tradisional jauh lebih kompleks daripada obat modern. Sebagai gambaran, dalam sehelai daun kumis kucing terdapat puluhan hingga ratusan macam senyawa fitokimia (fito: tumbuhan). Begitu pula di dalam buah pace, pare, mahkota dewa, buah merah, dan sebagainya. Lain di buah, beda di akar. Sebagian besar senyawa fitokimia ini tidak diketahui strukturnya. Apalagi mekanisme kerjanya. Semuanya masih gaib.

Isinya bermacam-macam
Menurut Hedi, penelitian obat tradisional hingga sekarang kebanyakan masih dalam tahap farmakodinamika. Maksudnya, para peneliti hanya menguji ada tidaknya efek tertentu pada hewan coba. Misalnya, apakah memang benar ekstrak buah mahkota dewa mempunyai efek menurunkan kadar gula darah pada binatang coba.

Karena itu, penelitian semacam itu belum bisa menjawab pertanyaan lebih lanjut: senyawa apa yang punya efek menurunkan kadar gula darah; bagaimana strukturnya; dan bagaimana mekanisme kerjanya. Semua masih samar-samar.

Kebanyakan penelitian masih berhenti sampai di sini. Itu terjadi pada hampir semua tanaman obat. Para peneliti baru bisa membuktikan bahwa ekstrak buah pace memang bisa menurunkan tekanan darah. Tapi mereka hanya bisa menduga-duga cara kerjanya di dalam tubuh. Masih wallahu a’lam.

Bahkan sediaan fitofarmaka yang layak diresepkan dokter pun masih belum jelas betul mekanisme kerjanya. Kandungan aktifnya masih sebatas dugaan. Mekanisme kerjanya juga masih kira-kira. Kalaupun para peneliti mengetahui kandungan fitokimianya, kebanyakan masih sebatas golongan umum. Misalnya alkaloid, flavonoid, antioksidan, minyak atisiri, asam amino, dan sejenisnya. Nama-nama ini bukanlah nama sebuah senyawa fitokimia tertentu, tapi nama golongannya. Jika dianalogikan dengan orang Indonesia, nama-nama itu nama suku, bukan nama orang. "Alkaloid itu jenisnya sangat banyak. Flavonoid juga begitu," ujar Hedi.
Jika suatu tanaman mengandung alkaloid, tidak berarti ia pasti berkhasiat sebagai obat diabetes atau hipertensi. Begitu pula, jika suatu tanaman mengandung antioksidan atau flavonoid, tidak otomatis ia punya efek antikanker. Sama persis seperti logika kita sehari-hari. Orang Madura tidak otomatis berprofesi sebagai penjual sate. Orang Padang tidak mesti punya warung nasi padang.

Contoh ada!
Kompleksitas kandungan fitokimia ini di satu sisi memang menimbulkan masalah bagi peneliti. Tapi di sisi lain, hal ini justru menjadi rahasia yang menantang. Jika dokter mengatakan belum ada buktinya, itu sama sekali tidak berarti tanaman tersebut tidak berkhasiat. Bisa saja berkhasiat. Cuma masalahnya, belum ada penelitian yang mendukung.

Buktinya melimpah. Banyak obat modern yang awalnya obat tradisional. Kita bisa menyebut contoh vinkristin, vinblastin, digitalis, artemisin, morfin, kodein, dan masih banyak lagi. Semua nama ini contoh senyawa tunggal yang masuk kategori obat modern.

Vinkristin dan vinblastin, dua senyawa antikanker, diisolasi dari tapak dara (Vinca rosea). Digitalis, obat jantung, berasal dari tanaman Digitalis purpurea. Artemisin, obat antimalaria, berasal dari tanaman Atemisia annua. Morfin, obat penekan sistem saraf pusat yang sering disalahgunakan itu, berasal dari tanaman opium (Papaver somniverum). Dari morfin, para ilmuwan lalu mengembangkan kodein yang biasa dipakai sebagai obat batuk. Semua contoh ini membuktikan, tanaman obat punya potensi menghasilkan senyawa tunggal untuk obat modern.

Dalam pandangan Hedi, salah satu kendala penelitian obat tradisional adalah masalah waktu dan biaya. Agar jamu bisa naik kelas menjadi obat modern yang diketahui mekanisme kerjanya, penelitiannya membutuhkan waktu hinga 20-an tahun.

"Biayanya gak kebayang, deh!" ucap Hedi sambil geleng-geleng kepala. Lebih susah lagi, para peneliti sejauh ini biasanya bekerja sendiri-sendiri, tidak fokus meneliti suatu tanaman tertentu mulai dari A sampai Z. "Jadi, kalau sekarang kita ditanya bagaimana mekanisme kerjanya, itu masih jauh," tandasnya, masih dengan geleng-geleng kepala.
Artinya, kita tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan bahwa tanaman anu pasti punya khasiat anu. Di lain pihak, kita juga tidak boleh meremehkan dan menganggap bahwa khasiat tanaman obat hanya mitos belaka. Semua harus dipandang secara rasional dan objektif. Bisa saja suatu saat nanti kita berhasil mengisolasi obat antihepatitis dari meniran atau temu lawak. Siapa tahu nanti kita bisa menemukan obat antikanker dari buah mahkota dewa, atau obat anti-HIV dari buah merah.


Turunkan Kolesterol Jahat dengan Makanan Ini




Semakin hari semakin banyak orang yang memiliki kadar kolesterol tinggi, menempatkan mereka pada risiko stroke, penyakit jantung, dan masalah kesehatan serius lainnya. Hal ini secara signifikan dapat meningkatkan risiko kematian. Bagi banyak orang, obat pengontrol kolesterol yang biasa disebut statin selalu menjadi andalan. Namun demikian, studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan statin dalam jangka panjang juga memiliki risiko yang cukup serius.
Makanan Penurun Kolesterol ‘Jahat’

Ketergantungan terhadap obat untuk mengendalikan kadar kolesterol memang sudah menjadi hal yang umum terjadi, namun sebenarnya ada alternatif untuk mengatasinya tanpa bantuan obat-obatan. Pendekatan ini mengandalkan beberapa perubahan pola makan sederhana yang dapat membantu menurunkan kadar kolesterol secara signifikan. Berikut ini adalah beberapa makanan yang dapat membantu mengontrol kadar kolesterol, diantaranya adalah :

Kacang-kacangan
kacang-kacangan sangat bagus untuk membantu menurunkan kadar kolesterol jahat LDL. Sebuah studi terbaru dari Kanada menunjukkan bahwa hanya dengan satu 3/4 cangkir porsi kacang-kacangan, buncis, atau lentil (miju-miju) bisa mengurangi kadar kolesterol LDL dalam darah. Selain itu, kacang-kacangan juga mengandung serat yang dapat membantu menyehatkan pencernaan dan bahkan mengurangi risiko kanker usus besar.

Oatmeal
Seperti kacang-kacangan, oat atau gandum mengandung serat larut yang juga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Serat dalam oatmeal dapat membantu mengurangi kadar kolesterol ‘jahat’ yang bisa diserap ke dalam aliran darah. Anda disarankan untuk mengonsumsi oatmeal kurang lebih satu setengah cangkir agar bisa mendapatkan 6 gram serat. Para ahli menyarankan agar mendapatkan asupan serat setidaknya 5 hingga 10 gram perharinya dengan tujuan untuk mengurangi kadar kolesterol LDL. Tambahkan juga asupan serat anda dengan makan sebuah apel atau pisang untuk mendapatkan tambahan 4 hingga 5 gram serat.

Teh
Ingin menjaga kesehatan tubuh dengan mudah? Maka teh adalah salah satu minuman terbaik yang dapat mendukung hal tersebut. Mengonsumsi tiga cangkir teh hijau atau teh hitam setiap hari diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol LDL secara signifikan. Selain itu, teh juga menyediakan sumber antioksidan yang disebut polifenol yang dapat membantu mencegah kanker tertentu. Teh juga juga diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol ‘baik’ HDL.

Minyak zaitun
Tanpa disadari, banyak makanan yang kita makan mengandung kadar kolesterol LDL yang tinggi. Untuk mengimbanginya, libatkan minyak zaitun ke dalam masakan atau makanan anda. Minyak zaitun diketahui dapat melawan kolesterol ‘jahat’ LDL. Minyak zaitun merupakan salah satu andalan dari diet mediterania yang telah disebut-sebut memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh. Anda hanya perlu menambahkan sekitar 2 sendok makan minyak zaitun ke dalam makanan anda setiap harinya.

Ikan
Ikan berlemak seperti salmon, makarel, sarden, dan tuna mengandung asam lemak omega-3 yang sudah terbukti dapat menurunkan tekanan darah. The American Heart Association merekomendasikan setidaknya mengonsumsi dua porsi ikan berlemak setiap minggunya untuk menjaga jantung agar tetap sehat. Jika anda tidak suka mengonsumsi ikan, anda bisa mengonsumsi suplemen minyak ikan, akan tetapi anda berpotensi tidak mendapatkan banyak mineral dan nutrisi penting lainnya yang terkandung dalam ikan. Sumber lain dari omega-3 adalah biji rami.

Selain mengubah sedikit pola makan, jangan lupakan langkah-langkah lainnya untuk menurunkan kadar kolesterol dan menjaga jantung tetap sehat seperti olahraga secara teratur. Olahraga yang dilakukan tidaklah harus rumit, cukup berjalan kaki secara rutin saja anda sudah mendapatkan manfaat kesehatan yang luar biasa.

Mahasiswa UNY Kembangkan Tempe dari Biji Lamtoro

Yogyakarta (ANTARA News) - Dua mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta Imas Widowati dan Athika Wirastiti membuat dan mengembangkan tempe dari bahan biji lamtoro sebagai pengganti kedelai.

"Biji lamtoro mengandung protein 40 persen, lemak (6,13), bahan ekstrak tanpa nitrogen (24,53), serat kasar (8,79), dan mineral (9,32)," kata Imas Widowati di Yogyakarta, Jumat.

Menurut dia, dengan memperhatikan unsur kimia yang terkandung dalam biji lamtoro itu jelas terlihat bahwa biji lamtoro dapat digunakan sebagai bahan pengganti kedelai untuk pembuatan tempe.

"Proses pembuatan tempe biji lamtoro cukup mudah dan sederhana. Proses pembuatannya mirip dengan proses pembuatan tempe kedelai," katanya.

Athika Wirastiti mengatakan dalam proses pembuatan tempe biji lamtoro dipengaruhi beberapa faktor yakni proses pembuatan, pemberian ragi, dan suhu pemeraman tempe.

Pemberian ragi tempe akan mempengaruhi hasil fermentasi biji lamtoro menjadi tempe. Jika ragi yang diberikan terlalu banyak maka tempe akan membusuk, sebaliknya jika terlalu sedikit maka hifa jamur tempe tidak akan tumbuh.

Selain itu, pemberian ragi juga harus dalam keadaan biji lamtoro kering karena biji lamtoro dalam keadaan basah dapat memicu tumbuhnya bakteri kontaminan atau bakteri pembusuk yang menyebabkan proses fermentasi menjadi terganggu dan tidak bisa menjadi tempe.

Menurut dia, proses pembuatan tempe biji lamtoro diawali dengan proses hidrasi atau pengasaman yakni dengan merendam biji lamtoro semalam agar biji mengalami proses hidrasi.

Kadar air biji lamtoro akan naik sebesar kira-kira dua kali kadar air semula sehingga biji lamtoro akan lebih mudah ditembus miselia jamur waktu proses fermentasi.

Selain itu, proses perendaman juga memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan yang bersifat pembusuk.

Selanjutnya proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, dan membantu membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur.

Ia mengatakan pada tahap terakhir dilakukan proses fermentasi yakni dengan pemberian ragi tempe pada biji lamtoro yang diberikan dalam keadaan kering dan dingin.

Proses fermentasi memerlukan waktu kurang lebih tiga hari unutk hifa jamur bisa membentuk jalinan kapang yang kompak dan padat.

Menurut dia, tempe lamtoro memiliki rasa yang khas, berbeda dengan tempe kedelai, bijinya lebih kecil dan lebih halus dibandingkan kedelai.

"Tempe biji lamtoro sedikit terasa berlemak karena kulit bijinya," katanya.


Menikah Beda Rhesus, Bahaya Bagi Janin

  1. Beda rhesus darah antara ibu dengan janin bisa berakibat fatal bagi janin. Sehingga penting untuk mengenal rhesus darah.

    Ada tidaknya antigen (karbohidrat dan protein) dalam sel darah kita. Itulah yang membedakan rhesus positif dan rhesus negatif. Disebut positif jika ada antigen dalam darah kita, dan bila tak ada disebut rhesus negatif. Kabar baiknya, orang Indonesia yang termasuk ras Asia, kebanyakan dengan rhesus positif. Di seluruh dunia ini, hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif, sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit. Rhesus negatif umumnya dijumpai pada orang-orang yang mempunyai garis keturunan Kaukasian (berkulit putih).

    Menikah beda rhesus. Masalah akan timbul bila Anda memiliki rhesus negatif kemudian menikah dengan pria yang memiliki rhesus positif. Ketidak samaan ini bisa jadi cikal bakal ketidakcocokan rhesus yang sangat berbahaya bagi bayi. Kehadiran janin di tubuh ibu merupakan benda asing, apalagi jika rhesuf janin tidak sama dengan rhesus ibu. Secara alamiah tubuh bereaksi dengan merangsang sel darah merah berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan ‘benda sing’ tersebut (janin). Inilah yang menimbulkan anti rhesus (penghancuran sel arah merah) atau hemolitik. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin dlam rahim, atau jika lahir menderita hati yang bengkak, anemia, kuning (jaundice), dan gagal jantung. 

    Bahaya di Kehamilan Kedua. Perbedaan rhesus antara ibu dan janin tak terlalu berbahaya pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau antibodi pada kehamilan pertama. Sebab, kemungkinan terbentuknya zat antirhesus atau antibodi pada kelahiran pertama sangat kecil. Kalaupun sampai terbentuk, jumlahnya tidak banyak, sehingga bayi pertama dapat lahir sehat. Pembentukan zat antirhesus baru benar-benar dimulai pada saat proses persalinan (atau keguguran) kehamilan pertama. Saat plasenta lepas, pembuluh-pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta juga putus. Akibatnya, sel-sel darah merah bayi dapat masuk ke dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya, 48-72 jam setelah persalinan atau keguguran, tubuh ibu dirangsang lagi untk memproduksi zat antibodi/antirhesus lebih banyak lagi. Kelak saat ibu mengandung lagi, zat antibodi/antirhesus di tubuh ibu akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin. 

    Produksi antibodi ini sama seperti produksi antibodi pada umumnya bila ada zat asing masuk dalam tubuh. Sekali ada makhluk asing yang sudah dikenali, maka antibodi akanmelindungi ibu agar bila zat asing itu muncul kembali, tubuh ibu dapat menyerang dan menghancurkannya. Proses ini terjadi demi keselamatan ibu sendiri. Namun, kadar antibodi atau antirhesus pada setiap ibu tidak sama. Ada yang rendah, ad ayang tinggi. Yang gawat, bila antibody kadarnya tinggi. Dalam kondisi ini, janin harus dipantau dengan alat ultrasonografi. Dokter akan memanatu masalah pad apernapasan dan peredaran darah, cairan paru-paru, atau pembesaran hati, yang merupakan gejala-gejala penderitaan bayiakibat rendahnya sel darah merah. Kadang-kadang lalu diputuskan persalinan lebih dini, sejauh usia janin sudah cukup kuat untuk dibesarkan di luar rahim. 

    Yang harus dilakukan: 
    Periksa kesehatan sebelummenikah. anjuran "klasik" ini sangat berguna untuk kasus-kasus penyait genetik seperti ini. namun bila sebelum menikah And adan pasangan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan darah, termasuk rhesus, lakukan segera saat hamil. 
    Bila rhesus darah Anda beda dengan suami, dokter bisa memberikan tindakan pencegahan terbentuknya zat antirheus dengan obat anti-Rhogama globulin (RhoGAM) atau Rh Immunuglobulin. RhoGAM disuntikkan pad ausia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. 
    Bila ibu mempunyai rhesus negatif, atau ketidakcocokan golongan daran antara janin dan ibu baru diketahui usia peraslinan, suntikan RhoGAM untuk ibu sebaiknya diberikan dalam waktu maksimal 72 jam setelah persalinan. rhoGAM efektif hanya berlangsung 12 minggu, sehingga setelah lewat masa tersebut Anda harus mendapat suntikan kembali agar kehamilan berikutnya tidak bermasalah. 

    Peta Rhesus Janin.

Ayah Rh +
Ayah Rh -
Ibu Rh +
Janin Rh +
Tidak bermasalah
Janian Rh +
Tidak bermasalah.
Ibu Rh -
Janin Rh +
Akan timbul masalah karena beda dengan ibu.
Janin Rh –
Tidak bermasalah.